PRAKTIKUM TEKNOLOGI BAHAN PANGAN
HASIL HEWANI
PEMBUATAN TELUR
ASIN
Oleh
KHAIRUS SANI
1604310012

LABORATORIUM TEKNOLOGI HASIL
PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA
UTARA
MEDAN
2019
ABSTRAK
Telur
asin adalah istilah umum untuk masakan berbahan dasar telur yang diawetkan
dengan cara diasinkan (diberikan garam berlebih untuk menonaktifkan enzim
perombak). Praktikum
ini bertujuan untuk mengetahui cara pembuatan telur denga berbagai cara, untuk
mengetahui mutu hasil dari pengawetan telur asin dengan berbagai cara dan untuk
membandingkan hasil-hasil yang diperoleh dengan berbagai cara. Bahan yang
digunakan dalam praktikum ini yaitu telur bebek, telur ayam, air, garam
dan abu gosok.dan alat yang digunakan berupa toples, koran, timbangan, baskom,
sendok dan beaker glass.. Cara kerja dalam praktikum ini dengan perlakuan
perendaman larutan garam yaitu siapkan alat dan bahan yang dibutuhkan,
cuci bersih telur yang akan digunakan, timbang garam sebanyak 150 gram dan air
sebanyak 150 mL, campurkan air dan garam
dengan perbandingan 1 : 1, larutkan garam hingga tercampur menyeluruh, simpan
selama 14 hari, kemudian uji organoleptik (rasa, warna dan tekstur).
Hasil menunjukkan bahwa telur asin dengan perlakuan
perendaman larutan garam lebih banyak disukai dengan nilai hasil rata-rata pada
rasa sebesar 2,6, warna 2,8 dan tekstur 2,5. Sedangkan pada telur asin dengan
menggunakan abu gosok memiliki perbedaan rata-rata yang sangat tipis yaitu pada
rasa 2,8, warna 2,8 dan tekstur 2,1.
Kata Kunci : Telur Asin, Telur Bebek, Telur Ayam, Garam
dan Abu Gosok
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pola konsumsi pangan masyarakat Indonesia
umumnya masih berat pada karbohidrat dan rendah protein, khususnya protein
hewani. Dominasi kalori dari karbohidrat masih sekitar 62 %, sedangkan
konsumsi protein hewani hanya 2,3 %, demikian juga buah dan sayur hanya
2,3 %. Pola demikian dalam jangka panjang tidak menguntungkan baik dari
segi kesehatan dan daya tahan tubuh. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa
umumnya masyarakat masih beranggapan bahwa makan asal kenyang tanpa
memperhatikan kebutuhan zat gizi yang memang diperlukan oleh tubuh.
Rendahnya konsumsi protein hewani, buah, dan sayur antara lain disebabkan
oleh pendapatan yang terbatas, dan harga ikan, daging, telur atau buah
yang relatif lebih mahal daripada beras. Di antara sumber protein
hewani yang banyak tersedia adalah telur.
Telur asin merupakan produk pangan yang memiliki karakteristik sebagaimana
bahan pangan lain, yaitu mudah rusak dan busuk. Oleh karena itu bahan pangan
ini memerlukan penanganan yang cermat sejak dari pengambilan dari kandang
hingga penyimpanan di konsumen. Salah satu cara untuk mempertahankan kualitas
telur adalah dengan pengawetan. Pengawetan yang paling mudah dan sering
dilakukan oleh masyarakat adalah dengan cara pengasinan atau pembuatan telur
asin.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat kita
ketahui bahwa dalam proses
pembuatan telur asin diperlukan
bahan tambahan khusus yang bertujuan untuk mendapatkan
tekstur dan rasa yang diinginkan. Oleh karena itu, dalam praktikum ini
dilakukan pengamatan terhadap kesukaan pada rasa, warna dan tekstur terhadap telur asin
yang dibuat dari beberapa formulasi.
Tujuan Praktikum
1.
Untuk
mengetahui pembuatan telur asin dengan berbagai cara.
2.
Untuk
mengetahui mutu hasil dari pengawetan telur asin dengan berbagai cara.
3.
Untuk
membandingkan hasil-hasil yang diperoleh dengan berbagai cara.
TINJAUAN
PUSTAKA
Telur
Telur merupakan salah satu produk peternakan unggas yang memiliki kandungan
gizi lengkap dan mudah dicerna. Telur merupakan salah satu sumber protein
hewani selain daging, ikan dan susu. Secara umum terdiri atas tiga komponen
pokok, yaitu kulit telur atau cangkang (11 % dari bobot tubuh), putih telur (57
% dari bobot tubuh) dan kuning telur (32 % dari bobot tubuh) (Suprapti, 2005).
Telur bebek
rata-rata lebih berat dibandingkan dengan telur ayam (telur ayam antara 55-60
gram sedangkan telur bebek antara 65-70 gram). Kulit telur bebek lebih tebal
dibandingkan dengan telur ayam, jumlah porinya juga lebih sedikit dengan
membran dalam yang lebih tebal pula. Hal ini memungkinkan lebih lambat
berlangsungnya proses dehidrasi sehingga telur bebek dapat bertahan lebih lama
dalam penyimpanan. Daya simpan telur bebek kira-kira 20% lebih lama
dibandingkan dengan daya simpan telur ayam dalam kondisi lingkungan yang sama (Astawan, 2007).
Umumnya telur akan mengalami kerusakan setelah disimpan lebih dari 2 minggu
di ruang terbuka. Kerusakan tersebut meliputi kerusakan yang nampak dari luar
dan kerusakan yang baru dapat diketahui setelah telur pecah. Kerusakan pertama
berupa kerusakan alami (pecah, retak). Kerusakan lain adalah akibat udara dalam
isi telur keluar sehingga derajat keasaman naik. Sebab lain adalah karena
keluarnya uap air dari dalam telur yang membuat berat telur turun serta putih
telur encer sehingga kesegaran telur merosot. Kerusakan telur dapat pula
disebabkan oleh masuknya mikroba ke dalam telur, yang terjadi ketika telur
masih berada dalam tubuh induknya. Kerusakan telur terutama disebabkan oleh
kotoran yang menempel pada kulit telur. Cara mengatasi dengan pencucian telur
sebenarnya hanya akan mempercepat kerusakan. Jadi pada umumnya telur yang kotor
akan lebih awet daripada yang telah dicuci. Penurunan mutu telur sangat
dipengaruhi oleh suhu penyimpanan dan kelembaban ruang penyimpanan (Anonim,
2010).
Telur Asin
Telur asin adalah telur segar yang diolah dalam keadaan utuh dan diawetkan,
sekaligus diasinkan dengan menggunakan bahan utama garam. Telur asin merupakan
salah satu produk olahan telur yang pembuatannya sangat mudah dikerjakan. Pada
prinsipnya proses pembuatan telur asin adalah penggaraman. Rasa asin pada telur
dikarenakan adanya proses osmosis pada telur yaitu garam NaCl mula-mula akan
diubah menjadi ion natrium (Na+) dan ion chlor (Cl-).
Larutan garam (NaCl) akan masuk ke dalam telur melalui pori-pori kulit, menuju
ke bagian putih, dan akhirnya ke kuning telur (Budiman dkk, 2012).
Cara Pembuatan Telur
Asin
Kelemahan telur secara umum yaitu memiliki sifat mudah rusak, baik
kerusakan alami, kimiawi maupun kerusakan akibat serangan mikroorganisme
melalui pori-pori telur. Penggunaan telur itik dalam berbagai makanan tidak
seluas telur ayam karena bau amisnya yang tajam. Dengan kondisi yang demikian
maka untuk memperpanjang masa simpan dari telur diperlukan pengawetan. Salah
satu cara pengawetan yang bisa diterapkan adalah dengan penggaraman. Penambahan
garam pada telur dalam jumlah tertentu dapat menaikkan tekanan osmotik yang menyebabkan
plasmolisa pada sel mikroba, mengurangi daya kelarutan oksigen, menghambat
kegiatan enzim proteolitik dan sifat garam. (Sahria, 2017).
Pengawetan telur secara tradisional adalah dengan cara pengasinan
menggunakan adonan garam, yaitu garam yang dicampur dengan bahan-bahan lainnya seperti abu
gosok, batu bata merah, tanah liat dan sebagainya. Proses pengasinan dapat
dibedakan menjadi dua cara yaitu merendam telur dengan larutan garam jenuh dan
membalut telur dengan adonan
garam yang biasanya terdiri dari beberapa bahan tambahan yaitu bubuk batu bata merah,
abu gosok dan garam atau disebut dengan pemeraman (Suprapti, 2005).
Selain dapat memperpanjang masa simpan, penggaraman juga akan menghasilkan
telur asin dengan cita rasa spesifik. Proses penggaraman atau pengasinan telur
yang dapat dilakukan dengan beberapa metode di antaranya dengan cara pemeraman
dan perendaman, pada proses penggaraman dengan metode pemeraman ini dilakukan
dengan membuat adonan kemudian membaluri telur dengan adonan tersebut,
sedangkan dengan metode perendaman ini dilakukan dengan merendam telur asin
yang telah dicampurkan dengan garam kemudian menyimpannya selama beberapa hari.
Cara pembuatan telur asin dengan menggunakan adonan garam akan menghasilkan
telur asin yang lebih bagus mutunya, warna lebih menarik serta memiliki cita
rasa yang lebih enak, ini bisa disebabkan karena bahan yang digunakan seperti
penambahan abu gosok dapat memberikan warna menarik dan dapat mempengaruhi daya
masir dari suatu telur asin (Winarno, 2008).
Penggaraman
Proses pengasinan telur yaitu telur yang direndam dalam media garam
akan mengalami osmosis yaitu proses perpindahan molekul zat terlarut dari
konsetrasi rendah (Hipotonik) ke konsetrasi lebih tinggi (Hipertonik) sehingga
telur akan menjadi asin. Berat telur akan bertambah dan volume air dalam telur
akan berkurang, kuning telur akan berubah menjadi keras karena molekul air
garam masuk ke dalam telur. Semakin lama garam yang terdapat di dalam kuning
telur akan semakin menumpuk sehingga kuning telur akan mengeras karena
kelebihan mineral garam (Susi dan Eni, 2014).
Pengasinan merupakan proses penetrasi garam ke dalam bahan yang diasin
dengan cara difusi setelah garam mengion menjadi Na+ dan Cl-.
Penambahan garam dalam jumlah tertentu pada suatu bahan pangan dapat
mengawetkan bahan pangan tersebut. Hal ini disebabkan karena adanya kenaikan
tekanan osmotik yang menyebabkan plasmolisis sel mikroba yaitu sel mengalami
dehidrasi atau keluarnya cairan dari sel dan plasmolisis sel terhadap CO2.
Penambahan garam juga akan mengurangi oksigen terlarut, menghambat kerja enzim
dan menurunkan aktivitas air. Proses pengasinan yang berhasil dengan baik
ditentukan oleh karakteristik telur asin yang dihasilkan. Telur asin tersebut
bersifat stabil, aroma dan rasa telurnya terasa nyata, penampakan putih dan
kuning telurnya baik (Koswara, 2009).
Abu Gosok
Media campuran abu gosok dan garam iodium adalah media yang terbaik karena
penetrasi iodium paling cepat. Partikel abu gosok berbentuk kecil/halus
sehingga jika abu gosok, garam dan air dicampurkan menjadi satu adonan garam
iodium yang telah mengion akan terikat oleh partikel abu gosok. Ukuran partikel
abu gosok yang relatif kecil ini akan memungkinkan kontak dengan permukaan
kulit telur. Partikel abu gosok mengikat banyak ion-ion garam beriodium. Dengan
adanya partikel yang kontak dengan kulit telur maka memungkinkan iodium akan
terdifusi ke dalam telur melalui pori-pori kulit telur (Yuniati dan Almasyhuri,
2012).
Difusi merupakan proses pergerakan acak partikel-partikel (atom, molekul)
gas, cairan, dan larutan dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi yang lebih
rendah hingga mencapai tahap kesetimbangan. Dimana balutan yang digunakan untuk
membalut telur mengandung larutan garam yang tinggi menuju dalam telur yang
melewati cangkang telur dan membran plasma pada telur sehingga larutan garam
bercampur didalam telur (Winarno, 2008).
Daya Awet Telur Asin
Secara umum, telur asin (baik yang masih mentah maupun yang sudah direbus)
mempunyai daya awet yang tinggi, sehingga dapat disimpan dalam suhu kamar.
Walaupun demikian, akan lebih baik jika penyimpanan telur asin dilakukan pada
suhu 12-15oC dan kelembaban udara 70-80%. Telur dapat disimpan di
dalam lemari es. Untuk mencegah kerusakan, memperlambat hilangnya kelembaban,
dan mencegah terserapnya bau tajam dari makanan, saat menyimpan di lemari es
sebaiknya telur asin dibungkus dengan wadah karton (Puspitasari dkk, 2014).
Rasa asin telur asin yang dihasilkan sangat bergantung kepada lama
penyimpanan. Bagi yang menyukai telur asin sebagai teman nasi, maka penyimpanan
selama 15 hari cukup maksimal. Sebelum memulai proses pembuatan telur asin,
kita buat adonan garam atau larutan garam terlebih dulu untuk bahan pemeraman
atau perendaman telur. Kalau kita baru pertama kali membuat telur asin, maka
kita harus lebih memperhatikan takaran media atau garam yang akan kita larutkan,
agar rasa asin pada telur tidak kurang atau berlebihan. Perendaman telur
dilakukan selama 7-10 hari dalam larutan garam yang sudah didinginkan, agar
menghasilkan telur asin yang rasa asinnya cukup enak untuk dinikmati (Harianto,
2016).
BAHAN DAN METODE
Praktikum
ini dilaksanakan di Laboratorium Produksi Teknologi Hasil Pertanian Fakultas
Pertanian Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, pada hari Kamis 21 Maret 2019 pukul
10.00 WIB
s/d selesai.
Bahan
:
Bahan
yang digunakan berupa telur bebek, telur ayam, air, garam dan abu gosok.
Alat
:
Alat
yang digunakan berupa toples, koran, timbangan, baskom, sendok dan beaker
glass.
Metode
Kerja :
Pembuatan
Telur Asin dengan Abu Gosok
1. Siapkan
alat dan bahan yang dibutuhkan.
2. Cuci
bersih telur yang akan digunakan.
3. Timbang
abu gosok sebanyak 200 gram dan garam
200 gram.
4. Campurkan
abu dan garam dengan perbandingan 1 : 1
5. Balut
telur dengan abu gosok yang sudah tercampur garam. Tutupi dengan koran.
6. Simpan
selama 14 hari. Kemudian uji organoleptik (rasa, warna dan tekstur).
Pembuatan
Telur Asin dengan Larutan Garam
1. Siapkan
alat dan bahan yang dibutuhkan.
2. Cuci
bersih telur yang akan digunakan.
3. Timbang
garam sebanyak 150 gram dan air sebanyak 150 mL
4. Campurkan
air dan garam dengan perbandingan 1 : 1
5. Larutkan
garam hingga tercampur menyeluruh.
6. Simpan
selama 14 hari. Kemudian uji organoleptik (rasa, warna dan tekstur).
Telur
|
Cuci bersih
|
Campurkan 1 : 1 abu gosok dan garam
|
Balut telur dengan abu
|
Balut dengan koran
|
Simpan selama 14 hari pada suhu
ruang
|
Uji Organoleptik (Warna, Rasa dan
Tekstur)
|
Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan
Telur Asin Dengan Abu Gosok
Telur
|
Cuci bersih
|
Campurkan 1 : 1 larutan garam
dengan air
|
Rendam selama 14 hari pada suhu ruang
|
Uji Organoleptik (Warna, Rasa dan
Tekstur)
|
Gambar 2.
Diagram Alir Pembuatan Telur Asin Dengan Larutan Garam
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Hasil
Praktikum :
Tabel 1. Uji Organoleptik
Pembuatan Telur Asin Dengan Abu Gosok
Kelompok
|
Rasa
|
Warna
|
Tekstur
|
Kelompok 1
|
2
|
2
|
1
|
Kelompok 2
|
3
|
4
|
3
|
Kelompok 3
|
1
|
1
|
1
|
Kelompok 4
|
4
|
4
|
3
|
Kelompok 5
|
4
|
4
|
3
|
Kelompok 6
|
3
|
2
|
2
|
Jumlah
|
17
|
17
|
13
|
Rata-rata
|
2,8
|
2,8
|
2,1
|
Keterangan
Skala Hedonik Skala
Numerik
Sangat
Suka 4
Suka
3
Agak
Suka 2
Tidak Suka 1
Tabel 2. Uji
Organoleptik Pembuatan Telur Asin Dengan Larutan Garam
Kelompok
|
Rasa
|
Warna
|
Tekstur
|
Kelompok 1
|
3
|
4
|
3
|
Kelompok 2
|
2
|
3
|
2
|
Kelompok 3
|
1
|
1
|
1
|
Kelompok 4
|
4
|
4
|
3
|
Kelompok 5
|
2
|
2
|
3
|
Kelompok 6
|
4
|
3
|
3
|
Jumlah
|
16
|
17
|
15
|
Rata-rata
|
2,6
|
2,8
|
2,5
|
Keterangan
Skala Hedonik Skala
Numerik
Sangat
Suka 4
Suka
3
Agak
Suka 2
Tidak
Suka 1
Pembahasan
Dari hasil
uji organoleptik tingkat keasinan pada telur ayam lebih tinggi daripada telur
bebek, sehingga telur asin pada telur ayam lebih disukai, hal ini dikarenakan
telur ayam memilki kulit atau cangkang yang lebih tipis dibandingkan dengan
telur bebek, perbedaan ini yang membuat proses penggaraman pada telur ayam
lebih cepat daripada telur bebek, namun daya simpan pada telur bebek lebih lama
daripada telur ayam yang dikarenakan ketebalan pada telur bebek tersebut. Hal
ini sesuai dengan literatur Astawan (2007) bahwa telur bebek rata-rata lebih
berat dibandingkan dengan telur ayam (telur ayam antara 55-60 gram sedangkan
telur bebek antara 65-70 gram). Kulit telur bebek lebih tebal dibandingkan
dengan telur ayam, jumlah porinya juga lebih sedikit dengan membran dalam yang
lebih tebal pula. Hal ini memungkinkan lebih lambat berlangsungnya proses
dehidrasi sehingga telur bebek dapat bertahan lebih lama dalam penyimpanan.
Daya simpan telur bebek kira-kira 20% lebih lama dibandingkan dengan daya
simpan telur ayam dalam kondisi lingkungan yang sama.
Proses pembuatan telur asin ini menggunakan proses penggaraman dengan dua
metode yang digunakan yaitu pemeraman dan perendaman pada telur. Pada proses
pemeraman, telur bebek dibaluri adoanan abu gosok sedangkan pada proses
perendaman, telur ayam direndam pada larutan garam selama dua minggu. Teknik
ini digunakan untuk menghasilkan cita rasa telur asin yang khas dari setiap
perlakuan yang dilakukan. Hal ini sesuai dengan literatur Winarno (2008) bahwa
selain dapat memperpanjang masa simpan, penggaraman juga akan menghasilkan
telur asin dengan cita rasa spesifik. Proses penggaraman atau pengasinan telur
yang dapat dilakukan dengan beberapa metode diantaranya dengan cara pemeraman
dan perendaman, pada proses penggaraman dengan metode pemeraman ini dilakukan
dengan membuat adonan kemudian membaluri telur dengan adonan tersebut,
sedangkan dengan metode perendaman ini dilakukan dengan merendam telur asin
yang telah dicampurkan dengan garam kemudian menyimpannya selama beberapa hari.
Cara pembuatan telur asin dengan menggunakan adonan garam akan menghasilkan
telur asin yang lebih bagus mutunya, warna lebih menarik serta memiliki cita
rasa yang lebih enak,ini bisa disebabkan karna bahan yang digunakan seperti
penambahan abu gosok dapat memberikan warna menarik dan dapat mempengaruhi daya
masir dari suatu telur asin.
Proses perendaman larutan garam pada telur ayam akan mengalami
reaksi osmosis yaitu proses dimana terjadinya perpindahan molekul dari
konsentrasi rendah ke konsentrasi lebih tinggi sehingga telur menjadi asin.
Dengan lama perendaman yang dilakukan akan semakin meningkatkan jumlah mineral
garam pada telur tersebut. Hal ini sesuai dengan literatur Susi dan Eni (2014)
bahwa proses pengasinan telur yaitu telur yang direndam dalam media garam akan
mengalami osmosis yaitu proses perpindahan molekul zat terlarut dari konsetrasi
rendah (Hipotonik) ke konsetrasi lebih tinggi (Hipertonik) sehingga telur akan
menjadi asin. Berat telur akan bertambah dan volume air dalam telur akan
berkurang, kuning telur akan berubah menjadi keras karena molekul air garam
masuk ke dalam telur. Semakin lama garam yang terdapat di dalam kuning telur
akan semakin menumpuk sehingga kuning telur akan mengeras karena kelebihan
mineral garam.
Proses pemeraman dengan abu gosok mengalami proses difusi, dimana dalam partikel
abu gosok mengikat banyak ion-ion garam beriodium yang mengakibatkan terjadinya
perpindahan molekul dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah.
Hal ini sesuai dengan literatur Winarno (2008) bahwa difusi merupakan proses
pergerakan acak partikel-partikel (atom, molekul) gas, cairan, dan larutan dari
konsentrasi tinggi ke konsentrasi yang lebih rendah hingga mencapai tahap
kesetimbangan. Dimana balutan yang digunakan untuk membalut telur mengandung
larutan garam yang tinggi menuju dalam telur yang melewati cangkang telur dan
membran plasma pada telur sehingga larutan garam bercampur didalam telur.
Lama penyimpanan pada telur asin akan berpengaruh pada tingkat keasinan
pada telur tersebut, penyimpanan yang dilakukan lebih kurang 14 hari
memungkinkan rasa dari telur asin dapat lebih baik. Hal ini sesuai dengan
literatur Harianto (2016) bahwa rasa asin telur asin yang dihasilkan sangat
bergantung kepada lama penyimpanan. Bagi yang menyukai telur asin sebagai teman
nasi, maka penyimpanan selama 15 hari cukup maksimal. Selain asinnya kental,
kuning telurnya pun kuning tua dan berminyak. Untuk sekedar ditambul, dimakan
dengan kerupuk, maka yang disimpan 10 hari asinnya cukup. Kalau kita baru
pertama kali membuat telur asin, maka kita harus lebih memperhatikan takaran
media atau garam yang akan kita larutkan, agar rasa asin pada telur tidak
kurang atau berlebihan. Perendaman telur dilakukan selama 7-10 hari dalam
larutan garam yang sudah didinginkan, agar menghasilkan telur asin yang rasa
asinnya cukup enak untuk dinikmati.
KESIMPULAN
Dari hasil praktikum yang telah
dilakukan dan telah diamati dapat ditarik kesimpulan, antara lain :
1.
Telur
asin merupakan produk pengawetan pangan dari telur segar yang diolah dalam
keadaan utuh dan diawetkan, sekaligus diasinkan dengan menggunakan bahan utama
garam.
2.
Metode
yang digunakan dalam pembuatan telur asin ini adalah dengan proses pemeraman
dengan dibaluri abu gosok dan proses perendaman dengan larutan garam yang
disimpan selama 14 hari.
3.
Proses
pemeraman yang dilakukan dengan abu gosok menghasilkan reaksi difusi, dimana
adanya perpindahan molekul dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah,
sedangkan pada proses perendaman larutan garam terjadi proses osmosis dimana
adanya perpindahan molekul dari konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi.
4.
Hasil
uji organoleptik menunjukkan bahwa telur asin dengan perlakuan pemeraman dengan
abu gosok menghasilkan nilai rata-rata pada rasa 2,8, warna 2,8 dan tekstur 2,1.
5. Sedangkan pada hasil uji organoleptik telur asin
dengan perlakuan perendaman larutan garam menghasilkan nilai rata-rata pada
rasa 2,6, warna 2,8 dan tekstur 2,5.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Studi Transfer Omega 3 yang Berasal Dari Limbah
Industri Pengolahan Ikan Terhadap Komposisi Kimia Telur Berbagai Jenis Unggas.
http: // lib. ugm. ac.id / digitasi / index. php? module = cari_
hasil_full&idbuku=399. Diakses pada tanggal 24 Maret 2019.
Astawan, M. 2007. Telur Asin Aman dan Penuh Gizi. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Peternakan. Bogor.
Budiman, A., A. Hintono dan Kusrahayu. 2012. Pengaruh Lama Penyangraian
Telur Asin Setelah Perebusan Terhadap Kadar NaCl, Tingkat Keasinan dan Tingkat
Kekenyalan. Animal Agriculture Journal. Semarang.
Harianto, A. 2016. Proses Pembuatan Telur Asin. http: // repositori. uin
-alauddin. ac.id/3951/1/SAHRIA.pdf. Diakses pada tanggal
24 Maret 2019.
Koswara, S. 2009. Teknologi Pengolahan Telur. Ebook Pangan. Jakarta.
Puspitasari, C., D. Rachmawanti dan Siswanti. 2014. Pengaruh Kombinasi
Media dan Konsentrasi Iodium Pada Dua Jenis Garam (Nacl Dan Kcl) Terhadap Kadar
Iodium dan Kualitas Sensoris Telur Asin. Jurnal Teknosains Pangan.
Surakarta.
Sahria. 2017. Pengaruh Metode Dan Lama Pengasinan Yang Berbeda Dengan
Penambahan Asap Cair Terhadap Kualitas Telur Asin. Universitas Islam Negeri
Alaudin. Makassar.
Suprapti, M.L. 2005. Pengawetan Telur. Kanisius. Yogyakarta.
Susi, L. dan Eni S.R. 2014. Pengaruh Lama Pemeraman Telur Asin Terhadap
Tingkat Kesukaan Konsumen. Pusat Penelitian. Banjarbaru.
Winarno, F.G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Yuniati, H. dan Almasyhuri. 2012. Pengaruh Perbedaan Media Dan Waktu
Pengasinan Pada Pembuatan Telur Asin Terhadap Kandungan Iodium Telur. Media
Litbang Kesehatan. Bekasi.