Selasa, 09 April 2019

JURNAL ABON IKAN TONGKOL


PRAKTIKUM TEKNOLOGI BAHAN PANGAN HASIL HEWANI
PEMBUATAN ABON
Oleh
KHAIRUS SANI
1604310012

                                     



Hasil gambar untuk LOGO UMSU








LABORATORIUM TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
ABSTRAK
Abon ikan adalah jenis makanan awetan yang terbuat dari ikan laut yang diberi bumbu, diolah dengan cara perebusan dan penggorengan. Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui cara pembuatan abon. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu ikan tongkol,santan kelapa, bawang merah, bawang putih, jahe, lada, garam, gula merah, air, minyak goreng dan alat berupa panci, wajan, mixer, pisau, sendok, baskom dan piring. Cara kerja dalam praktikum ini yaitu ikan tongkol di bersihkan dibuang organ dalamnya, dicuci hingga besrsih, kemudian kukus sampai matang, setelah matang buang tulang, lalu potong kecil-kecil (suwir-suwir), tumis bumbu halus, kemudian masukkan santan, lalu masukkan ikan dan masak hingga kering, kemudian lakukan uji organoleptik pada tekstur, aroma, warna dan rasa.
Hasil menunjukkan bahwa pada pembuatan abon banyak yang menyukai rasa dari abon tersebut dengan perlakuan uji organoleptik yang menghasilkan nilai rata-rata pada tekstur sebesar 2,6, aroma 2,6, warna 2,8 dan rasa 2,8.

Kata Kunci :  Abon, Ikan Tongkol, Rempah-Rempah dan Penggorengan.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi masyarakat, mudah didapat dan harganya murah. Selain itu, ikan dan hasil perikanan lainnya juga dijadikan sebagai komoditi ekspor. Namun demikian, ikan merupakan komoditi yang cepat mengalami pembusukan (perishable food) apabila dibandingkan dengan bahan makanan lain. Pembusukan disebabkan oleh enzim, baik dari ikan itu sendiri maupun mikroba dan proses ketengikan (rancidity). Kadar air dalam ikan segar yang tinggi mempercepat proses perkembangbiakan mikroorganisme pembusuk yang terdapat di dalamnya. Daya tahan ikan segar yang tidak lama menjadi kendala dalam usaha perluasan pemasaran hasil perikanan. Bahkan sering menimbulkan kerugian besar pada saat produksi ikan melimpah.  
Proses pengolahan dan pengawetan ikan merupakan salah satu bagian penting dari mata rantai industri perikanan. Pengolahan tersebut bertujuan untuk memperpanjang daya awet (menghambat pertumbuhan mikroba dan aktivitas mikroorganisme) dan diversifikasi (perubahan bentuk) produk olahan hasil perikanan. Salah satu bentuk diversifikasi produk hasil perikanan yaitu mengolahnya menjadi abon ikan.
Abon merupakan makanan ringan atau lauk yang siap saji. Produk olahan tersebut sudah lama dikenal oleh masyarakat umum dan bahan dasar pada pembuatan abon tersebut biasanya berupa daging sapi. Kriteria daging yang baik untuk dipakai pada pembuatan abon yaitu memiliki serat yang kasar dan tidak mengandung banyak duri. Jenis ikan yang memiliki kriteria tersebut diantaranya tuna, cakalang, tongkol, dan lain – lain.  
Berdasarkan uraian tersebut, dapat kita ketahui bahwa dalam proses pembuatan abon ikan diperlukan bahan utama yang tidak memilki banyak duri. Oleh karena itu, dalam praktikum ini kita akan membuat abon ikan dengan bahan utama ikan tongkol.
Tujuan Praktikum
            Untuk mengetahui cara pembuatan abon.
TINJAUAN PUSTAKA
Ikan Tongkol
Ikan tongkol (Euthynnus affinis) merupakan golongan dari ikan tuna kecil. Badannya memanjang, tidak bersisik kecuali pada garis rusuk. Sirip punggung pertama berjari-jari keras 15, sedangkan yang kedua berjari-jari lemah 13, diikuti 8–10 jari-jari sirip tambahan. Ukuran asli ikan tongkol cukup besar, bisa mencapai 1 meter dengan berat 13,6 kg. Rata-rata, ikan ini berukuran sepanjang 50-60 cm. Ikan tongkol memiliki kulit yang licin berwarna abu-abu, dagingnya tebal, dan warna dagingnya merah tua (Dami, 2014).
lkan tongkol (Euthynnus affinis) adalah ikan yang berpotensi cukup tinggi serta memiliki nilai ekonomis tinggi. Ikan tongkol memiliki kandungan protein yang tinggi yaitu 26,2 mg/100g dan sangat cocok dikonsumsi oleh anak-anak dalam masa pertumbuhan, selain itu ikan tongkol juga sangat kaya akan kandungan asam lemak omega-3. Ikan cepat mengalami proses pembusukan dibandingkan dengan bahan makanan lain yang disebabkan oleh bakteri dan perubahan kimiawi pada ikan mati (Sanger, 2010).
Komponen kimia utama daging ikan tongkol adalah air, protein dan lemak yaitu berkisar 98% dari total berat daging. Komponen ini berpengaruh besar terhadap nilai nutrisi, sifat fungsi, kualitas sensori dan stabilitas penyimpanan daging. Kandungan kompenen kimia lainnya seperti karbohidrat, vitamin dan mineral berkisar 2% yang berperan pada proses biokimia di dalam jaringan ikan mati. Selain itu daging ikan tongkol mempunyai serat-serat protein lebih pendek daripada serat-serat protein daging sapi atau ayam. Oleh karena itu ikan dan hasil produknya banyak dimanfaatkan oleh orang-orang yang mengalami kesulitan pencernaan sebab mudah dicerna (Sikorski, 2010).
Abon
Abon merupakan produk kering, dimana penggorengan merupakan salah satu tahap yang umumnya dilakukan dalam pengolahannya. Pengolahan abon, baik abon daging maupun abon ikan, dilakukan dengan menggoreng daging dan bumbu menggunakan banyak minyak (deep frying). Deep frying adalah proses penggorengan dimana bahan yang digoreng terendam semua dalam minyak. Pada proses penggorengan sistem deep frying, suhu yang digunakan adalah 170-200°C dengan lama penggorengan 5 menit, perbandingan bahan yang digoreng dengan minyak adalah 1 : 2. Dengan cara ini abon banyak mengandung minyak atau lemak yang akhir-akhir ini banyak dihindari dengan alasan kesehatan. Pan frying merupakan proses penggorengan bahan dengan menggunakan sedikit minyak dengan suhu permukaan dapat mencapai lebih dari 100oC (Dewi et al, 2011).
Abon ikan adalah jenis makanan awetan yang terbuat dari ikan laut yang diberi bumbu, diolah dengan cara perebusan dan penggorengan. Produk yang dihasilkan mempunyai bentuk lembut, rasa enak, bau khas, dan mempunyai daya simpan yang relatif lama (Suriani, 2007).
Cara Pembuatan Abon
            Prinsipnya cara membuat berbagai jenis abon sama. Prosedur umum yang dilakukan dimulai dari penyiangan dan pencucian bahan, pengukusan atau perebusan, pencabikan atau penghancuran, penggorengan, penirisan minyak atau pres, dan pengemasan. Perebusan pada abon bertujuan untuk membuat tekstur bahan menjadi lebih empuk dan mudah dicabik-cabik menjadi serat-serat yang halus. Lama perebusan dan tinggi suhu tidak boleh berlebihan tetapi cukup mencapai titik didih saja. Suhu yang terlalu tinggi akan menurunkan mutu rupa dan kualitas tekstur bahan (Mustar, 2013).
Santan Kelapa
Dalam industri makanan, peran santan sangat penting baik sebagai sumber gizi, penambahan aroma, cita rasa, flavour dan perbaikan tekstur bahan pangan hasil olahan. Hal ini disebabkan karena santan mengandung senyawa nonylmethylketon, dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan bersifat volatil dan menimbulkan bau yang enak. Pada pengolahan oleh panas akan terjadi browning pada berbagai bahan makanan. Browning ini dikehendaki karena menimbulkan bau, aroma, dan cita rasa yang dikehendak.
Penambahan santan dapat menambah cita rasa dan nilai gizi produk yang dihasilkan. Santan memberikan rasa gurih karena kandungan lemaknya cukup tinggi. Berdasarkan hasil penelitian, abon yang dimasak dengan santan kelapa lebih disukai konsumen daripada abon yang diolah tanpa penambahan santan. Walaupun penggunaan santan dalam pembuatan abon bukan merupakan keharusan, namun sebaiknya digunakan untuk menambah cita rasa abon yang dihasilkan (Cahyono dan Yuwono, 2014).
Bawang Merah
Berfungsi sebagai bahan pengawet makanan dan aromanya kuat. Karakteristik bau dari bawang merah dipengaruhi oleh kandungan minyak volatil yang sebagian besar terdiri dari komponen sulfur. Komponen volatil tidak    terdapat dalam sel secara utuh. Ketika sel pecah terjadi reaksi antara enzim liase dan komponen flavor, seperti metil dan turunan propil (Utami, 2010).
Bawang Putih
Bawang putih (Allium sativum) merupakan salah satu rempah yang biasa digunakan sebagai pemberi rasa dan aroma. Bawang putih terutama digunakan menambah flavour, sehingga produk akhir mempunyai flavour yang menarik. Bahan aktif dalam bawang putih adalah minyak atsiri dan bahan yang mengandung belerang. Selain sebagai bumbu bawang putih dilaporkan juga dapat digunakan sebagai bahan pengawet produk (Anonim, 2010).
Jahe
Kandungan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada tanaman jahe terutama golongan flavonoida, fenolik, terpenoida, dan minyak atsiri. Senyawa fenol jahe merupakan bagian dari komponen oleoresin, yang berpengaruh dalam sifat pedas jahe, sedangkan senyawa terpenoida adalah merupakan komponen-komponen tumbuhan yang mempunyai bau, dapat diisolasi dari bahan nabati dengan penyulingan minyak atsiri. Monoterpenoid merupakan biosintesa senyawa terpenoida, disebut juga senyawa “essence” dan memiliki bau spesifik. Senyawa monoterpenoid banyak dimanfaatkan sebagai antiseptik, ekspektoran, spasmolitik, sedative, dan bahan pemberi aroma makanan dan parfum Senyawa-senyawa metabolit sekunder golongan fenolik, flavanoiada, terpenoida dan minyak atsiri yang terdapat pada ekstrak jahe diduga merupakan golongan senyawa bioaktif yang dapat menghambat pertumbuhan bakeri (Kesumaningati, 2009).
Ketumbar
Ketumbar (Coriandrum sativum) banyak digunakan sebagai bumbu masak dengan digerus terlebih dahulu. Ketumbar dapat menimbulkan bau sedap dan rasa pedas yang gurih. Biji ketumbar banyak mengandung mineral seperti kalsium, posfor, magnesium, potasium dan besi. Ketumbar banyak digunakan untuk sayuran, bahan penyedap serta mengandung karbohidrat, lemak dan protein yang cukup tinggi. Ketumbar mempunyai aroma yang khas, aromnanya disebabkan oleh komponen kimia yang tedapat dalam minyak atsiri yaitu senyawa hidrokarbon beroksigen. Senyawa tersebut menimbulkan aroma wangi dalam minyak atsiri (Kartasapoetra, 2006).
Lada
Lada merupakan salah satu jenis bumbu. Bagian tanaman ini yang dimanfaatkan adalah bagian buahnya. Komponen kimia yang terkandung dalam lada putih adalah piperine, piperidin, lemak, asam piverat, chavisin, dan minyak terbang yang terdiri dari felanden, kariofilen, dan terpen-terpen. Minyak essensial pada lada putih hanya terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit. Ketajaman aroma lada putih lebih menyengat tetapi kurang memiliki aroma dibandingkan dengan lada hitam dan lada hijau. Lada putih banyak digunakan sebagai bumbu masakan dalam makanan yang tidak menginginkan kontaminan penampakan (Herliani, 2008).
Gula Merah
Gula merah biasanya diasosiasikan dengan segala jenis gula yang dibuat dari nira, yaitu cairan yang dikeluarkan dari bunga pohon dari keluarga palma, seperti kelapa, aren, dan siwalan. Fungsi penggunanaan gula adalah sebagai bahan pemanis dan juga sebagai pemberi warna karamel (kecoklatan). Gula mempunyai rasa yang manis (Ulfa, 2012).

Garam
Konsentrasi garam yang paling sering digunakan adalah yang berkenaan dengan persyaratan organoleptik. Dalam pembuatan abon garam berfungsi sebagai penambah cita rasa sehingga akan terbentuk rasa gurih dengan adanya gula dan garam. Garam adalah bahan yang sangat penting dalam pengawetan daging, ikan, dan bahan pangan lainnya. Garam juga mempengaruhi aktivitas air dari bahan pangan dengan menyerap air sehingga aktivitas air akan menurun dengan menurunnya kadar air. Oleh karena itu garam dapat digunakan untuk mengendalikan pertumbuhan mikroba dengan suatu metode yang bebas dari racun (Assadad dkk, 2011).
Air
Air adalah bahan yang terpenting dalam proses pembuatan abon, air juga merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air mempengaruhi penampilan tekstur, cita rasa makanan. Air yang dipergunakan  dalam proses pengolahan makanan, baik secara langsung (ditambahkan dalam produk olahan) maupun tidak langsung (sebagai bahan pencuci, perendaman, perebus), harus memenuhi syarat kualitas air minum yang antara lain meliputi sebagai berikut : a.tidak berasa, tidak berwarna, dan tidak berbau, b.bersih dan jernih. c.tidak mengandung logam atau bahan kimia berbahaya. d.derajat kesadahan nol. e.tidak mengandung mikroorganisme berbahaya (Winarno, 2006).
Minyak Goreng
Minyak goreng adalah minyak nabati yang telah dimurnikan dan dapat digunakan sebagai bahan pangan. Minyak selain memberikan nilai kalori paling besar diantara zat gizi lainnya juga dapat memberikan rasa gurih, tekstur dan penampakan bahan pangan menjadi lebih menarik, serta permukaan  yang kering (Dewi dan Hidajati, 2012).
Reaksi Pencoklatan Pada Abon
Selama proses penggorengan, sebagian minyak masuk ke dalam bahan pangan dan mengisi ruang kosong yang pada mulanya diisi oleh air. Penyerapan minyak pada ikan pada saat penggorengan adalah sekitar 10%-20%. Penyerapan minyak ini berfungsi untuk mengempukkan kerak dan untuk membasahi bahan pangan yang digoreng sehingga menambah rasa lezat dan gurih. Timbulnya warna pada permukaan bahan disebabkan oleh reaksi browning atau reaksi maillard. Tingkat intensitas warna ini tergantung dari lama dan suhu penggorengan dan juga komposisi kimia pada permukaan luar bahan pangan sedangkan jenis minyak yang digunakan berpengaruh sangat kecil. Pemanasan minyak selama proses penggorengan dapat menghasilkan persenyawaan yang dapat menguap. Komposisi persenyawaan yang dapat menguap terdiri dari alkohol, ester, lakton, aldehida keton dan senyawa aromatik. Jumlah persenyawaan yang dominan jumlahnya yakni aldehid termasuk di-enal yang mempengaruhi bau khas hasil gorengan. Selain itu, sebagian besar minyak tumbuhan memiliki kandungan pigmen karatenoid sehingga menghasilkan warna yang menarik (kuning keemasan) (Ketaren, 2005).




BAHAN DAN METODE
Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Produksi Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, pada hari Kamis 28 Maret 2019 pukul 10.00 WIB s/d selesai.
Bahan :
            Bahan yang digunakan berupa ikan tongkol, santan kelapa, bawang merah, bawang putih, jahe, ketumbar, lada, gula merah, garam, air dan minyak goreng.
Alat :
            Alat yang digunakan berupa panci, wajan, mixer, pisau, sendok, baskom dan piring.
Metode Kerja :
1.      Siapkan alat dan bahan yang dibutuhkan.
2.      Pilih ikan segar, buang kepala, ekor dan isi perutnya, cuci sampai bersih.
3.      Kukus ikan hingga matang
4.      Setelah matang, buang tulangnya dan potong-potong (suwir-suwir) ikan tersebut.
5.      Lalu tumis bumbu halus dan masukkan santan.
6.      Kemudian masukkan ikan dan masak hingga kering.
7.      Lakukan uji organoleptik pada tekstur, aroma, warna dan rasa.
 



                                                  

 

















Masukkan santan
 
                        

 






                                                                                                                                   
                                                  

Uji Organoleptik
(Tekstur, Aroma, Warna dan Rasa)
 
 




Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Abon  



HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Praktikum :
Tabel 1. Uji Organoleptik Pembuatan Abon
Kelompok
Tekstur
Aroma
Warna
Rasa
Kelompok 1
2
1
2
2
Kelompok 2
3
2
4
3
Kelompok 3
3
1
2
3
Kelompok 4
2
4
3
4
Kelompok 5
3
4
3
3
Kelompok 6
3
4
3
3
Jumlah
16
16
17
17
Rata-rata
2,6
2,6
2,8
2,8

Keterangan
Skala Hedonik                                               Skala Numerik
Sangat Suka                                                                4
Suka                                                                            3
Agak Suka                                                                  2         
Tidak Suka                                                                  1



Pembahasan
Bahan utama dalam pembuatan abon ini adalah ikan tongkol. Penggunaan ikan tongkol sebagai bahan utama abon dikarenakan daging yang dimilki ikan tongkol memiliki serat-serat yang lebih pendek daripada daging sapi atau ayam dan komponen kimia yang dimiliki ikan tongkol sangat baik untuk dikonsumsi. Hal ini sesuai dengan literatur  Sikorski (2010) bahwa komponen kimia utama daging ikan tongkol adalah air, protein dan lemak yaitu berkisar 98% dari total berat daging. Komponen ini berpengaruh besar terhadap nilai nutrisi, sifat fungsi, kualitas sensori dan stabilitas penyimpanan daging. Kandungan kompenen kimia lainnya seperti karbohidrat, vitamin dan mineral berkisar 2% yang berperan pada proses biokimia di dalam jaringan ikan mati. Selain itu daging ikan tongkol mempunyai serat-serat protein lebih pendek daripada serat-serat protein daging sapi atau ayam. Oleh karena itu ikan dan hasil produknya banyak dimanfaatkan oleh orang-orang yang mengalami kesulitan pencernaan sebab mudah dicerna.
Proses yang dilakukan dalam pembuatan abon ialah dengan memberikan bumbu, diolah dengan proses perebusan ikan terlebih dahulu dan kemudian menggoreng bumbu dan ikan yang sudah di potong-potong (suwir-suwir). Hal ini sesuai dengan literatur Suriani (2007) bahwa abon ikan adalah jenis makanan awetan yang terbuat dari ikan laut yang diberi bumbu, diolah dengan cara perebusan dan penggorengan. Produk yang dihasilkan mempunyai bentuk lembut, rasa enak, bau khas, dan mempunyai daya simpan yang relatif lama.
Santan kelapa merupakan salah satu bahan rempah-rempah yang digunakan dalam pembuatan abon ini. Penggunaan santan kelapa ini bertujuan untuk memberikan cita rasa yang khas yaitu rasa gurih pada abon tersebut. Hal ini sesuai dengan literatur Cahyono dan Yuwono (2014) bahwa penambahan santan dapat menambah cita rasa dan nilai gizi produk yang dihasilkan. Santan memberikan rasa gurih karena kandungan lemaknya cukup tinggi. Berdasarkan hasil penelitian, abon yang dimasak dengan santan kelapa lebih disukai konsumen daripada abon yang diolah tanpa penambahan santan. Walaupun penggunaan santan dalam pembuatan abon bukan merupakan keharusan, namun sebaiknya digunakan untuk menambah cita rasa abon yang dihasilkan.
Penggunaan bawang merah dalam pembuatan abon berfungsi sebagai bahan pengawet dan memberikan aroma yang khas. Hal ini sesuai dengan literatur  Utami (2010) bahwa berfungsi sebagai bahan pengawet makanan dan aromanya kuat. Karakteristik bau dari bawang merah dipengaruhi oleh kandungan minyak volatil yang sebagian besar terdiri dari komponen sulfur. Komponen volatil tidak    terdapat dalam sel secara utuh. Ketika sel pecah terjadi reaksi antara enzim liase dan komponen flavor, seperti metil dan turunan propil.
Selain bawang merah, teman pelengkap dalam memberikan rasa pada abon yaitu bawang putih. Selain memberikan rasa yang khas, bawang putih juga dapat memberikan aroma dan digunakan sebagai bahan pengawet pada abon tersebut. Hal ini sesuai dengan literatur Anonim (2010) bahwa bawang putih (Allium sativum) merupakan salah satu rempah yang biasa digunakan sebagai pemberi rasa dan aroma. Bawang putih terutama digunakan menambah flavour, sehingga produk akhir mempunyai flavour yang menarik. Bahan aktif dalam bawang putih adalah minyak atsiri dan bahan yang mengandung belerang. Selain sebagai bumbu bawang putih dilaporkan juga dapat digunakan sebagai bahan pengawet produk.
Jahe digunakan dalam pembuatan abon berfungsi sebagai pemberi aroma dan zat antiseptik yang mampu mengahambat pertumbuhan mikroba pada abon. Hal ini sesuai dengan literatur Kesumaningati (2009) bahwa kandungan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada tanaman jahe terutama golongan flavonoida, fenolik, terpenoida, dan minyak atsiri. Senyawa fenol jahe merupakan bagian dari komponen oleoresin, yang berpengaruh dalam sifat pedas jahe, sedangkan senyawa terpenoida adalah merupakan komponen-komponen tumbuhan yang mempunyai bau, dapat diisolasi dari bahan nabati dengan penyulingan minyak atsiri. Monoterpenoid merupakan biosintesa senyawa terpenoida, disebut juga senyawa “essence” dan memiliki bau spesifik. Senyawa monoterpenoid banyak dimanfaatkan sebagai antiseptik, ekspektoran, spasmolitik, sedative, dan bahan pemberi aroma makanan dan parfum Senyawa-senyawa metabolit sekunder golongan fenolik, flavanoiada, terpenoida dan minyak atsiri yang terdapat pada ekstrak jahe diduga merupakan golongan senyawa bioaktif yang dapat menghambat pertumbuhan bakeri.
Ketumbar digunakan dalam pembuatan abon sebagai pemberi rasa dan aroma yang pedas dan gurih pada abon, hal ini disebabkan karena komponen kimia yang terdapat pada ketumbar tersebut. Hal inisesuai dengan literatur Kartasapoetra (2006) bahwa ketumbar (Coriandrum sativum) banyak digunakan sebagai bumbu masak dengan digerus terlebih dahulu. Ketumbar dapat menimbulkan bau sedap dan rasa pedas yang gurih. Biji ketumbar banyak mengandung mineral seperti kalsium, posfor, magnesium, potasium dan besi. Ketumbar banyak digunakan untuk sayuran, bahan penyedap serta mengandung karbohidrat, lemak dan protein yang cukup tinggi. Ketumbar mempunyai aroma yang khas, aromnanya disebabkan oleh komponen kimia yang tedapat dalam minyak atsiri yaitu senyawa hidrokarbon beroksigen. Senyawa tersebut menimbulkan aroma wangi dalam minyak atsiri.
Fungsi penggunaan lada juga sama dengan ketumbar yaitu memberikan rasa dan aroma yang pedas pada masakan, namun lada punya rasa yang lebih kuat dari ketumbar. Lada hitam terasa jauh lebih pedas dan menyengat, sedangkan ketumbar punya rasa yang lebih halus dari lada dan rasa ketumbar cenderung agak pahit hambar. Hal ini dikarenakan karena adanya kandungan piperine pada lada tersebut. Hal ini sesuai dengan literatur Herliani (2008) bahwa lada merupakan salah satu jenis bumbu. Bagian tanaman ini yang dimanfaatkan adalah bagian buahnya. Komponen kimia yang terkandung dalam lada putih adalah piperine, piperidin, lemak, asam piverat, chavisin, dan minyak terbang yang terdiri dari felanden, kariofilen, dan terpen-terpen. Minyak essensial pada lada putih hanya terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit. Ketajaman aroma lada putih lebih menyengat tetapi kurang memiliki aroma dibandingkan dengan lada hitam dan lada hijau. Lada putih banyak digunakan sebagai bumbu masakan dalam makanan yang tidak menginginkan kontaminan penampakan.
Penambahan gula merah pada proses pembuatan abon berfungsi sebagai pemberi warna coklat alami dan rasa yang manis pada abon tersebut. Hal ini sesuai dengan literatur Ulfa (2012) bahwa gula merah biasanya diasosiasikan dengan segala jenis gula yang dibuat dari nira, yaitu cairan yang dikeluarkan dari bunga pohon dari keluarga palma, seperti kelapa, aren, dan siwalan. Fungsi penggunanaan gula adalah sebagai bahan pemanis dan juga sebagai pemberi warna karamel (kecoklatan). Gula mempunyai rasa yang manis.
Bahan pelengkap lainnya dalam pembuatan abon ini adalah garam. Penggunaan garam berfungsi sebagai pemberi rasa gurih pada abon dan sebagai bahan pengawet alami pada abon. Hal ini sesuai dengan literatur Assadad dkk (2011)  bahwa konsentrasi garam yang paling sering digunakan adalah yang berkenaan dengan persyaratan organoleptik. Dalam pembuatan abon garam berfungsi sebagai penambah cita rasa sehingga akan terbentuk rasa gurih dengan adanya gula dan garam. Garam adalah bahan yang sangat penting dalam pengawetan daging, ikan, dan bahan pangan lainnya. Garam juga mempengaruhi aktivitas air dari bahan pangan dengan menyerap air sehingga aktivitas air akan menurun dengan menurunnya kadar air. Oleh karena itu garam dapat digunakan untuk mengendalikan pertumbuhan mikroba dengan suatu metode yang bebas dari racun.
Warna pada abon menghasilkan warna coklat yang disebakan adanya reaksi pencoklatan atau reaksi mailard yang timbul akibat proses pemanasan atau penggorengan dan dari komposisi kimia dari abon itu sendiri yang menyebabka terjadinya reaksi pencoklatan pada abon. Hal ini sesuai dengan literatur Ketaren (2005) bahwa selama proses penggorengan, sebagian minyak masuk ke dalam bahan pangan dan mengisi ruang kosong yang pada mulanya diisi oleh air. Penyerapan minyak pada ikan pada saat penggorengan adalah sekitar 10%-20%. Penyerapan minyak ini berfungsi untuk mengempukkan kerak dan untuk membasahi bahan pangan yang digoreng sehingga menambah rasa lezat dan gurih. Timbulnya warna pada permukaan bahan disebabkan oleh reaksi browning atau reaksi maillard. Tingkat intensitas warna ini tergantung dari lama dan suhu penggorengan dan juga komposisi kimia pada permukaan luar bahan pangan sedangkan jenis minyak yang digunakan berpengaruh sangat kecil. Pemanasan minyak selama proses penggorengan dapat menghasilkan persenyawaan yang dapat menguap. Selain itu, sebagian besar minyak tumbuhan memiliki kandungan pigmen karatenoid sehingga menghasilkan warna yang menarik (kuning keemasan).






KESIMPULAN
            Dari hasil praktikum yang telah dilakukan dan telah diamati dapat ditarik kesimpulan, antara lain :
1.      Abon merupakan salah satu pengawetan produk olahan pangan menghasilkan produk kering, dimana penggorengan merupakan salah satu tahap yang umumnya dilakukan dalam pengolahannya.
2.      Bahan dasar dalam pembuatan abon ini adalah ikan tongkol. Daging ikan tongkol mempunyai serat-serat protein lebih pendek daripada serat-serat protein daging sapi atau ayam.
3.      Prosedur umum yang dilakukan dalam pembuatan abon dimulai dari penyiangan dan pencucian bahan, pengukusan atau perebusan, pencabikan atau penghancuran, penggorengan, penirisan minyak atau pres.
4.      Pada pembuatan abon ini mengalami reaksi pencoklatan (browning) yang disebabkan oleh proses pemanasan dan komposisi kimia pada abon tersebut.
5.      Hasil praktikum menunjukkan kesukaan panelis terhadap abon ikan tersebut dapat kita lihat dari hasil uji organoleptik dengan nilai rata-rata pada tekstur 2,6, aroma 2,6, warna 2,8 dan rasa 2,8.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Bahasa Latin Dan Klasifikasi Bawang Putih. http://repositori.uin-alauddin.ac.id/6110/1/MEGA%20REZKY%20SUHAN.pdf. Diakses pada tanggal 05 April 2019.

Assadad, Luthfi Dan Bagus Sediadi Bandol Utomo. 2011. Pemanfaatan Garam Dalam Industri Pengolahan Produk Perikanan. Peneliti Pada Balai Besar Riset Pengolahan Produk Dan Bioteknologi Kelautan Dan Perikanan. Jakarta.

Cahyono, M Dan S. Yuwono, 2014. Pengaruh Proporsi Santan Dan Lama Pemaasan Terhadap Sifat Fisika Kimia Dan Organoleptik Bumbu Gado-Gado Instan. Jurnal Pangan Dan Agroindustri. Universitas Brawijaya.  Malang.

Dami, K. D. 2014. Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Tongkol. http://e-journal. uajy.ac.id/7671/3/BL201180.pdf. Diakses Pada Tanggal 05 April 2019.

Dewi, M. T. I. dan Hidajati, N. 2012. Peningkatan Mutu Minyak Goreng Curah Menggunakan Adsorben Bentonit Teraktivasi. Unesa Journal Of Chemistry.

Eko Nurcahya, Dewi dkk. 2011. Daya Simpan Abon Ikan Nila Merah (Oreochromis Niloticus Trewavas) Yang Diproses Dengan Metoda Penggorengan Berbeda. Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro. Semarang.

Herliani, L.  2008. Teknologi Pengawetan Pangan. Alfabeta. Bandung.

Kartasapoetra, S. 2006. Budidaya Tanaman Berkhasiat Obat. Rineka Cipta. Jakarta.

Kusumaningati RW, 2009. Analisa Kandungan Fenol Total Jahe (Zingiber officinale Rosc.) Secara Invitro. Fakultas Kedokteran UI. Jakarta

Ketaren. 2005. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Mustar. 2013. Studi Pembuatan Abon Ikan Gabus (Ophiocephalus Striatus) Sebagai Makanan Suplemen (Food Suplement). Skripsi Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin. Makassar.

Rauf Suriani. 2007. Pengaruh Pemberian Abon Ikan Terhadap Perubahan Status Gizi Anak Gizi Kurang Umur 24-59 bulan (Studi di Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan). Universitas Diponegoro. Semarang.
Sanger, G. 2010. Mutu Kesegaran Ikan Tongkol (Auxis Tozord) Selama Penyimpanan Dingin. Jurnal Iptek No 35/Th.2010. Jakarta.

Sikorski Ze, A. Kalakowski dan B Pan. 2010. The Nutritive Composition Of The Major Groups Of Marine Food Organism. Di Dalam Z. E. Sikorski (Ed.). Seafood. Resources, Nutritional Composition And Preservation. Crc Press Inc. Florida.

Ulfa, Maria. 2012. Abon Ikan Bandeng (Chanos Chanos). Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Banten.

Utami. R. P., 2010. Pengaruh Variasi Kadar Gula Dan Lama Pengukusan Terhadap Kualitas Abon Katak Lembu (Rana Catesbeina Shaw). Skripsi. Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Yogyakarta.

Winarno F., G. 2006. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta




Tidak ada komentar:

Posting Komentar