PRAKTIKUM TEKNOLOGI BAHAN PANGAN
HASIL HEWANI
PEMBUATAN ABON
Oleh
KHAIRUS SANI
1604310012

LABORATORIUM TEKNOLOGI HASIL
PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SUMATERA
UTARA
MEDAN
2019
ABSTRAK
Abon ikan adalah jenis makanan
awetan yang terbuat dari ikan laut yang diberi bumbu, diolah dengan cara
perebusan dan penggorengan. Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui
cara pembuatan abon. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu ikan
tongkol,santan kelapa, bawang merah, bawang putih, jahe, lada, garam, gula
merah, air, minyak goreng dan alat berupa panci, wajan, mixer, pisau, sendok,
baskom dan piring. Cara kerja
dalam praktikum ini yaitu ikan tongkol di bersihkan dibuang organ dalamnya,
dicuci hingga besrsih, kemudian kukus sampai matang, setelah matang buang
tulang, lalu potong kecil-kecil (suwir-suwir), tumis bumbu halus, kemudian
masukkan santan, lalu masukkan ikan dan masak hingga kering, kemudian lakukan
uji organoleptik pada tekstur, aroma, warna dan rasa.
Hasil menunjukkan bahwa pada pembuatan abon banyak
yang menyukai rasa dari abon tersebut dengan perlakuan uji organoleptik yang
menghasilkan nilai rata-rata pada tekstur sebesar 2,6, aroma 2,6, warna 2,8 dan
rasa 2,8.
Kata Kunci : Abon, Ikan Tongkol, Rempah-Rempah dan
Penggorengan.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan
merupakan salah satu sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi masyarakat,
mudah didapat dan harganya murah. Selain itu, ikan dan hasil perikanan lainnya
juga dijadikan sebagai komoditi ekspor. Namun demikian, ikan merupakan komoditi
yang cepat mengalami pembusukan (perishable food) apabila dibandingkan
dengan bahan makanan lain. Pembusukan disebabkan oleh enzim, baik dari ikan itu
sendiri maupun mikroba dan proses ketengikan (rancidity). Kadar air
dalam ikan segar yang tinggi mempercepat proses perkembangbiakan mikroorganisme
pembusuk yang terdapat di dalamnya. Daya tahan ikan segar yang tidak lama menjadi
kendala dalam usaha perluasan pemasaran hasil perikanan. Bahkan sering menimbulkan
kerugian besar pada saat produksi ikan melimpah.
Proses pengolahan dan pengawetan ikan merupakan
salah satu bagian penting dari mata rantai industri perikanan. Pengolahan
tersebut bertujuan untuk memperpanjang daya awet (menghambat pertumbuhan
mikroba dan aktivitas mikroorganisme) dan diversifikasi (perubahan bentuk)
produk olahan hasil perikanan. Salah satu bentuk diversifikasi produk hasil
perikanan yaitu mengolahnya menjadi abon ikan.
Abon merupakan makanan ringan atau lauk yang siap
saji. Produk olahan tersebut sudah lama dikenal oleh masyarakat umum dan bahan
dasar pada pembuatan abon tersebut biasanya berupa daging sapi. Kriteria daging
yang baik untuk dipakai pada pembuatan abon yaitu memiliki serat yang kasar dan
tidak mengandung banyak duri. Jenis ikan yang memiliki kriteria tersebut
diantaranya tuna, cakalang, tongkol, dan lain – lain.
Berdasarkan
uraian tersebut, dapat kita ketahui bahwa dalam
proses pembuatan abon ikan diperlukan bahan utama yang tidak memilki banyak duri. Oleh
karena itu, dalam praktikum ini kita akan membuat abon ikan dengan bahan utama
ikan tongkol.
Tujuan Praktikum
Untuk mengetahui cara pembuatan abon.
TINJAUAN
PUSTAKA
Ikan
Tongkol
Ikan tongkol (Euthynnus affinis) merupakan golongan dari
ikan tuna kecil. Badannya memanjang, tidak bersisik kecuali pada garis rusuk.
Sirip punggung pertama berjari-jari keras 15, sedangkan yang kedua berjari-jari
lemah 13, diikuti 8–10 jari-jari sirip tambahan. Ukuran asli ikan tongkol cukup
besar, bisa mencapai 1 meter dengan berat 13,6 kg. Rata-rata, ikan ini
berukuran sepanjang 50-60 cm. Ikan tongkol memiliki kulit yang licin berwarna
abu-abu, dagingnya tebal, dan warna dagingnya merah tua (Dami, 2014).
lkan tongkol (Euthynnus affinis) adalah
ikan yang berpotensi cukup tinggi serta memiliki nilai ekonomis tinggi. Ikan tongkol memiliki kandungan protein yang tinggi yaitu 26,2
mg/100g dan sangat cocok dikonsumsi oleh anak-anak dalam masa pertumbuhan,
selain itu ikan tongkol juga sangat kaya akan kandungan asam lemak omega-3. Ikan
cepat mengalami proses pembusukan dibandingkan dengan bahan makanan lain yang
disebabkan oleh bakteri dan perubahan kimiawi pada ikan mati (Sanger, 2010).
Komponen
kimia utama daging ikan tongkol adalah air, protein dan lemak yaitu berkisar
98% dari total berat daging. Komponen ini berpengaruh besar terhadap nilai
nutrisi, sifat fungsi, kualitas sensori dan stabilitas penyimpanan daging.
Kandungan kompenen kimia lainnya seperti karbohidrat, vitamin dan mineral
berkisar 2% yang berperan pada proses biokimia di dalam jaringan ikan mati. Selain
itu daging ikan tongkol mempunyai serat-serat
protein lebih pendek daripada serat-serat protein daging sapi atau ayam. Oleh
karena itu ikan dan hasil produknya banyak dimanfaatkan oleh orang-orang yang
mengalami kesulitan pencernaan sebab mudah dicerna (Sikorski, 2010).
Abon
Abon merupakan produk kering, dimana penggorengan merupakan salah
satu tahap yang umumnya dilakukan dalam pengolahannya. Pengolahan abon, baik
abon daging maupun abon ikan, dilakukan dengan menggoreng daging dan bumbu
menggunakan banyak minyak (deep frying). Deep frying adalah
proses penggorengan dimana bahan yang digoreng terendam semua dalam minyak.
Pada proses penggorengan sistem deep frying, suhu yang digunakan adalah
170-200°C dengan lama penggorengan 5 menit, perbandingan bahan yang digoreng
dengan minyak adalah 1 : 2. Dengan cara ini abon banyak mengandung minyak atau
lemak yang akhir-akhir ini banyak dihindari dengan alasan kesehatan. Pan
frying merupakan proses penggorengan bahan dengan menggunakan sedikit
minyak dengan suhu permukaan dapat mencapai lebih dari 100oC (Dewi
et al, 2011).
Abon ikan
adalah jenis makanan awetan yang terbuat dari ikan laut yang diberi bumbu,
diolah dengan cara perebusan dan penggorengan. Produk yang dihasilkan mempunyai
bentuk lembut, rasa enak, bau khas, dan mempunyai daya simpan yang relatif lama
(Suriani, 2007).
Cara Pembuatan Abon
Prinsipnya cara membuat berbagai jenis abon sama. Prosedur umum yang
dilakukan dimulai dari penyiangan dan pencucian bahan, pengukusan atau
perebusan, pencabikan atau penghancuran, penggorengan, penirisan minyak atau
pres, dan pengemasan. Perebusan pada abon bertujuan untuk membuat tekstur bahan
menjadi lebih empuk dan mudah dicabik-cabik menjadi serat-serat yang halus.
Lama perebusan dan tinggi suhu tidak boleh berlebihan tetapi cukup mencapai
titik didih saja. Suhu yang terlalu tinggi akan menurunkan mutu rupa dan
kualitas tekstur bahan (Mustar, 2013).
Santan Kelapa
Dalam industri makanan, peran santan
sangat penting baik sebagai sumber gizi, penambahan aroma, cita rasa, flavour dan
perbaikan tekstur bahan pangan hasil olahan. Hal ini disebabkan karena santan
mengandung senyawa nonylmethylketon, dengan suhu yang tinggi akan menyebabkan
bersifat volatil dan menimbulkan bau yang enak. Pada pengolahan oleh panas akan
terjadi browning pada berbagai bahan makanan. Browning ini dikehendaki karena
menimbulkan bau, aroma, dan cita rasa yang dikehendak.
Penambahan santan dapat menambah cita rasa dan nilai gizi produk
yang dihasilkan. Santan memberikan rasa gurih karena kandungan lemaknya cukup
tinggi. Berdasarkan hasil penelitian, abon yang dimasak dengan santan kelapa
lebih disukai konsumen daripada abon yang diolah tanpa penambahan santan.
Walaupun penggunaan santan dalam pembuatan abon bukan merupakan keharusan,
namun sebaiknya digunakan untuk menambah cita rasa abon yang dihasilkan (Cahyono dan Yuwono, 2014).
Bawang
Merah
Berfungsi sebagai bahan pengawet
makanan dan aromanya kuat. Karakteristik bau dari bawang merah dipengaruhi oleh
kandungan minyak volatil yang sebagian besar terdiri dari komponen sulfur.
Komponen volatil tidak terdapat dalam
sel secara utuh. Ketika sel pecah terjadi reaksi antara enzim liase dan komponen
flavor, seperti metil dan turunan propil (Utami, 2010).
Bawang Putih
Bawang putih
(Allium sativum) merupakan salah satu rempah yang biasa digunakan
sebagai pemberi rasa dan aroma. Bawang putih terutama digunakan menambah
flavour, sehingga produk akhir mempunyai flavour yang menarik. Bahan aktif
dalam bawang putih adalah minyak atsiri dan bahan yang mengandung belerang.
Selain sebagai bumbu bawang putih dilaporkan juga dapat digunakan sebagai bahan
pengawet produk (Anonim, 2010).
Jahe
Kandungan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada tanaman jahe
terutama golongan flavonoida, fenolik, terpenoida, dan minyak atsiri. Senyawa
fenol jahe merupakan bagian dari komponen oleoresin, yang berpengaruh dalam
sifat pedas jahe, sedangkan senyawa terpenoida adalah merupakan
komponen-komponen tumbuhan yang mempunyai bau, dapat diisolasi dari bahan
nabati dengan penyulingan minyak atsiri. Monoterpenoid merupakan biosintesa
senyawa terpenoida, disebut juga senyawa “essence” dan memiliki bau
spesifik. Senyawa monoterpenoid banyak dimanfaatkan sebagai antiseptik,
ekspektoran, spasmolitik, sedative, dan bahan pemberi aroma makanan dan parfum
Senyawa-senyawa metabolit sekunder golongan fenolik, flavanoiada, terpenoida
dan minyak atsiri yang terdapat pada ekstrak jahe diduga merupakan golongan
senyawa bioaktif yang dapat menghambat pertumbuhan bakeri (Kesumaningati, 2009).
Ketumbar
Ketumbar (Coriandrum sativum) banyak digunakan sebagai bumbu
masak dengan digerus terlebih dahulu. Ketumbar dapat menimbulkan bau sedap dan
rasa pedas yang gurih. Biji ketumbar banyak mengandung mineral seperti kalsium,
posfor, magnesium, potasium dan besi. Ketumbar banyak digunakan untuk sayuran,
bahan penyedap serta mengandung karbohidrat, lemak dan protein yang cukup
tinggi. Ketumbar mempunyai aroma yang khas, aromnanya disebabkan oleh komponen
kimia yang tedapat dalam minyak atsiri yaitu senyawa hidrokarbon beroksigen.
Senyawa tersebut menimbulkan aroma wangi dalam minyak atsiri (Kartasapoetra,
2006).
Lada
Lada
merupakan salah satu jenis bumbu. Bagian tanaman ini yang dimanfaatkan adalah
bagian buahnya. Komponen kimia yang terkandung dalam lada putih adalah
piperine, piperidin, lemak, asam piverat, chavisin, dan minyak terbang yang
terdiri dari felanden, kariofilen, dan terpen-terpen. Minyak essensial pada
lada putih hanya terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit. Ketajaman aroma
lada putih lebih menyengat tetapi kurang memiliki aroma dibandingkan dengan
lada hitam dan lada hijau. Lada putih banyak digunakan sebagai bumbu masakan
dalam makanan yang tidak menginginkan kontaminan penampakan (Herliani, 2008).
Gula Merah
Gula merah biasanya diasosiasikan
dengan segala jenis gula yang dibuat dari nira, yaitu cairan yang dikeluarkan dari
bunga pohon dari keluarga palma, seperti kelapa, aren, dan siwalan. Fungsi penggunanaan
gula adalah sebagai bahan pemanis dan juga sebagai pemberi warna karamel
(kecoklatan). Gula mempunyai rasa yang
manis (Ulfa,
2012).
Garam
Konsentrasi garam yang paling sering digunakan adalah yang
berkenaan dengan persyaratan organoleptik. Dalam pembuatan abon garam berfungsi
sebagai penambah cita rasa sehingga akan terbentuk rasa gurih dengan adanya
gula dan garam. Garam adalah bahan yang sangat penting dalam pengawetan daging,
ikan, dan bahan pangan lainnya. Garam juga mempengaruhi aktivitas air dari
bahan pangan dengan menyerap air sehingga aktivitas air akan menurun dengan
menurunnya kadar air. Oleh karena itu garam dapat digunakan untuk mengendalikan
pertumbuhan mikroba dengan suatu metode yang bebas dari racun (Assadad dkk,
2011).
Air
Air adalah
bahan yang terpenting dalam proses pembuatan abon, air juga merupakan komponen
penting dalam bahan makanan karena air mempengaruhi penampilan tekstur, cita
rasa makanan. Air yang dipergunakan dalam proses pengolahan makanan,
baik secara langsung (ditambahkan dalam produk olahan) maupun tidak langsung
(sebagai bahan pencuci, perendaman, perebus), harus memenuhi syarat kualitas
air minum yang antara lain meliputi sebagai berikut : a.tidak berasa, tidak
berwarna, dan tidak berbau, b.bersih dan jernih. c.tidak mengandung logam atau
bahan kimia berbahaya. d.derajat kesadahan nol. e.tidak mengandung
mikroorganisme berbahaya (Winarno, 2006).
Minyak Goreng
Minyak goreng adalah minyak nabati
yang telah dimurnikan dan dapat digunakan sebagai bahan pangan. Minyak selain
memberikan nilai kalori paling besar diantara zat gizi lainnya juga dapat
memberikan rasa gurih, tekstur dan penampakan bahan pangan menjadi lebih
menarik, serta permukaan yang kering
(Dewi dan Hidajati, 2012).
Reaksi Pencoklatan Pada Abon
Selama
proses penggorengan, sebagian minyak masuk ke dalam bahan pangan dan mengisi
ruang kosong yang pada mulanya diisi oleh air. Penyerapan minyak pada ikan pada
saat penggorengan adalah sekitar 10%-20%. Penyerapan minyak ini berfungsi untuk
mengempukkan kerak dan untuk membasahi bahan pangan yang digoreng sehingga
menambah rasa lezat dan gurih. Timbulnya warna pada permukaan bahan disebabkan
oleh reaksi browning atau reaksi maillard. Tingkat intensitas warna ini
tergantung dari lama dan suhu penggorengan dan juga komposisi kimia pada
permukaan luar bahan pangan sedangkan jenis minyak yang digunakan berpengaruh
sangat kecil. Pemanasan minyak selama proses penggorengan dapat menghasilkan
persenyawaan yang dapat menguap. Komposisi persenyawaan yang dapat menguap
terdiri dari alkohol, ester, lakton, aldehida keton dan senyawa aromatik.
Jumlah persenyawaan yang dominan jumlahnya yakni aldehid termasuk di-enal yang
mempengaruhi bau khas hasil gorengan. Selain itu, sebagian besar minyak
tumbuhan memiliki kandungan pigmen karatenoid sehingga menghasilkan warna yang
menarik (kuning keemasan) (Ketaren, 2005).
BAHAN DAN METODE
Praktikum
ini dilaksanakan di Laboratorium Produksi Teknologi Hasil Pertanian Fakultas
Pertanian Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara, pada hari Kamis 28 Maret 2019 pukul
10.00 WIB
s/d selesai.
Bahan
:
Bahan
yang digunakan berupa ikan tongkol, santan kelapa, bawang merah, bawang putih, jahe,
ketumbar, lada, gula merah, garam, air dan minyak goreng.
Alat
:
Alat
yang digunakan berupa panci, wajan, mixer, pisau, sendok, baskom dan piring.
Metode
Kerja :
1. Siapkan
alat dan bahan yang dibutuhkan.
2. Pilih ikan segar, buang kepala, ekor dan isi perutnya,
cuci sampai bersih.
3. Kukus ikan hingga matang
4. Setelah matang, buang tulangnya dan potong-potong
(suwir-suwir) ikan tersebut.
5. Lalu tumis bumbu halus dan masukkan santan.
6. Kemudian masukkan ikan dan masak hingga kering.
7. Lakukan uji organoleptik pada tekstur, aroma, warna dan
rasa.
![]() |

![]() |
|
![]() |

|
Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Abon
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Hasil
Praktikum :
Tabel 1. Uji Organoleptik
Pembuatan Abon
Kelompok
|
Tekstur
|
Aroma
|
Warna
|
Rasa
|
Kelompok 1
|
2
|
1
|
2
|
2
|
Kelompok 2
|
3
|
2
|
4
|
3
|
Kelompok 3
|
3
|
1
|
2
|
3
|
Kelompok 4
|
2
|
4
|
3
|
4
|
Kelompok 5
|
3
|
4
|
3
|
3
|
Kelompok 6
|
3
|
4
|
3
|
3
|
Jumlah
|
16
|
16
|
17
|
17
|
Rata-rata
|
2,6
|
2,6
|
2,8
|
2,8
|
Keterangan
Skala Hedonik Skala
Numerik
Sangat
Suka 4
Suka
3
Agak
Suka 2
Tidak Suka 1
Pembahasan
Bahan utama dalam pembuatan abon ini
adalah ikan tongkol. Penggunaan ikan tongkol sebagai bahan utama abon
dikarenakan daging yang dimilki ikan tongkol memiliki serat-serat yang lebih
pendek daripada daging sapi atau ayam dan komponen kimia yang dimiliki ikan
tongkol sangat baik untuk dikonsumsi. Hal ini sesuai dengan literatur Sikorski (2010) bahwa komponen
kimia utama daging ikan tongkol adalah air, protein dan lemak yaitu berkisar
98% dari total berat daging. Komponen ini berpengaruh besar terhadap nilai
nutrisi, sifat fungsi, kualitas sensori dan stabilitas penyimpanan daging.
Kandungan kompenen kimia lainnya seperti karbohidrat, vitamin dan mineral
berkisar 2% yang berperan pada proses biokimia di dalam jaringan ikan mati. Selain
itu daging ikan tongkol mempunyai serat-serat
protein lebih pendek daripada serat-serat protein daging sapi atau ayam. Oleh
karena itu ikan dan hasil produknya banyak dimanfaatkan oleh orang-orang yang
mengalami kesulitan pencernaan sebab mudah dicerna.
Proses yang
dilakukan dalam pembuatan abon ialah dengan memberikan bumbu, diolah dengan proses
perebusan ikan terlebih dahulu dan kemudian menggoreng bumbu dan ikan yang
sudah di potong-potong (suwir-suwir). Hal ini sesuai dengan literatur Suriani (2007)
bahwa abon ikan adalah jenis makanan awetan yang terbuat dari ikan laut yang
diberi bumbu, diolah dengan cara perebusan dan penggorengan. Produk yang
dihasilkan mempunyai bentuk lembut, rasa enak, bau khas, dan mempunyai daya simpan
yang relatif lama.
Santan kelapa merupakan salah satu bahan rempah-rempah yang
digunakan dalam pembuatan abon ini. Penggunaan santan kelapa ini bertujuan
untuk memberikan cita rasa yang khas yaitu rasa gurih pada abon tersebut. Hal
ini sesuai dengan literatur Cahyono
dan Yuwono (2014) bahwa penambahan
santan dapat menambah cita rasa dan nilai gizi produk yang dihasilkan. Santan
memberikan rasa gurih karena kandungan lemaknya cukup tinggi. Berdasarkan hasil
penelitian, abon yang dimasak dengan santan kelapa lebih disukai konsumen
daripada abon yang diolah tanpa penambahan santan. Walaupun penggunaan santan
dalam pembuatan abon bukan merupakan keharusan, namun sebaiknya digunakan untuk
menambah cita rasa abon yang dihasilkan.
Penggunaan bawang merah dalam
pembuatan abon berfungsi sebagai bahan pengawet dan memberikan aroma yang khas.
Hal ini sesuai dengan literatur Utami
(2010) bahwa berfungsi sebagai bahan pengawet makanan dan aromanya kuat.
Karakteristik bau dari bawang merah dipengaruhi oleh kandungan minyak volatil
yang sebagian besar terdiri dari komponen sulfur. Komponen volatil tidak terdapat dalam sel secara utuh. Ketika sel
pecah terjadi reaksi antara enzim liase dan komponen flavor, seperti metil dan turunan
propil.
Selain
bawang merah, teman pelengkap dalam memberikan rasa pada abon yaitu bawang
putih. Selain memberikan rasa yang khas, bawang putih juga dapat memberikan
aroma dan digunakan sebagai bahan pengawet pada abon tersebut. Hal ini sesuai
dengan literatur Anonim (2010) bahwa bawang putih (Allium sativum)
merupakan salah satu rempah yang biasa digunakan sebagai pemberi rasa dan
aroma. Bawang putih terutama digunakan menambah flavour, sehingga produk akhir
mempunyai flavour yang menarik. Bahan aktif dalam bawang putih adalah minyak
atsiri dan bahan yang mengandung belerang. Selain sebagai bumbu bawang putih
dilaporkan juga dapat digunakan sebagai bahan pengawet produk.
Jahe digunakan dalam pembuatan abon berfungsi sebagai pemberi aroma dan zat
antiseptik yang mampu mengahambat pertumbuhan mikroba pada abon. Hal ini sesuai
dengan literatur Kesumaningati (2009) bahwa kandungan senyawa metabolit
sekunder yang terdapat pada tanaman jahe terutama golongan flavonoida, fenolik,
terpenoida, dan minyak atsiri. Senyawa fenol jahe merupakan bagian dari
komponen oleoresin, yang berpengaruh dalam sifat pedas jahe, sedangkan senyawa
terpenoida adalah merupakan komponen-komponen tumbuhan yang mempunyai bau,
dapat diisolasi dari bahan nabati dengan penyulingan minyak atsiri.
Monoterpenoid merupakan biosintesa senyawa terpenoida, disebut juga senyawa “essence”
dan memiliki bau spesifik. Senyawa monoterpenoid banyak dimanfaatkan sebagai
antiseptik, ekspektoran, spasmolitik, sedative, dan bahan pemberi aroma makanan
dan parfum Senyawa-senyawa metabolit sekunder golongan fenolik, flavanoiada,
terpenoida dan minyak atsiri yang terdapat pada ekstrak jahe diduga merupakan
golongan senyawa bioaktif yang dapat menghambat pertumbuhan bakeri.
Ketumbar
digunakan dalam pembuatan abon sebagai pemberi rasa dan aroma yang pedas dan
gurih pada abon, hal ini disebabkan karena komponen kimia yang terdapat pada
ketumbar tersebut. Hal inisesuai dengan literatur Kartasapoetra (2006) bahwa ketumbar
(Coriandrum sativum) banyak digunakan sebagai bumbu masak dengan digerus
terlebih dahulu. Ketumbar dapat menimbulkan bau sedap dan rasa pedas yang
gurih. Biji ketumbar banyak mengandung mineral seperti kalsium, posfor,
magnesium, potasium dan besi. Ketumbar banyak digunakan untuk sayuran, bahan
penyedap serta mengandung karbohidrat, lemak dan protein yang cukup tinggi.
Ketumbar mempunyai aroma yang khas, aromnanya disebabkan oleh komponen kimia
yang tedapat dalam minyak atsiri yaitu senyawa hidrokarbon beroksigen. Senyawa
tersebut menimbulkan aroma wangi dalam minyak atsiri.
Fungsi penggunaan lada juga sama dengan ketumbar yaitu memberikan
rasa dan aroma yang pedas pada masakan, namun lada punya rasa yang lebih kuat
dari ketumbar. Lada hitam terasa jauh lebih pedas dan menyengat, sedangkan
ketumbar punya rasa yang lebih halus dari lada dan rasa ketumbar cenderung agak
pahit hambar. Hal ini dikarenakan karena adanya kandungan piperine pada lada
tersebut. Hal ini sesuai dengan literatur Herliani (2008) bahwa lada merupakan salah satu
jenis bumbu. Bagian tanaman ini yang dimanfaatkan adalah bagian buahnya.
Komponen kimia yang terkandung dalam lada putih adalah piperine, piperidin,
lemak, asam piverat, chavisin, dan minyak terbang yang terdiri dari felanden,
kariofilen, dan terpen-terpen. Minyak essensial pada lada putih hanya terdapat
dalam jumlah yang sangat sedikit. Ketajaman aroma lada putih lebih menyengat
tetapi kurang memiliki aroma dibandingkan dengan lada hitam dan lada hijau.
Lada putih banyak digunakan sebagai bumbu masakan dalam makanan yang tidak menginginkan
kontaminan penampakan.
Penambahan gula merah pada proses
pembuatan abon berfungsi sebagai pemberi warna coklat alami dan rasa yang manis
pada abon tersebut. Hal ini sesuai dengan literatur Ulfa (2012) bahwa gula merah biasanya diasosiasikan dengan segala
jenis gula yang dibuat dari nira, yaitu cairan yang dikeluarkan dari
bunga pohon dari keluarga palma, seperti kelapa, aren, dan siwalan. Fungsi penggunanaan
gula adalah sebagai bahan pemanis dan juga sebagai pemberi warna karamel
(kecoklatan). Gula mempunyai rasa yang
manis.
Bahan pelengkap lainnya dalam pembuatan abon ini adalah garam.
Penggunaan garam berfungsi sebagai pemberi rasa gurih pada abon dan sebagai
bahan pengawet alami pada abon. Hal ini sesuai dengan literatur Assadad dkk (2011) bahwa konsentrasi garam yang paling sering
digunakan adalah yang berkenaan dengan persyaratan organoleptik. Dalam
pembuatan abon garam berfungsi sebagai penambah cita rasa sehingga akan
terbentuk rasa gurih dengan adanya gula dan garam. Garam adalah bahan yang
sangat penting dalam pengawetan daging, ikan, dan bahan pangan lainnya. Garam
juga mempengaruhi aktivitas air dari bahan pangan dengan menyerap air sehingga aktivitas
air akan menurun dengan menurunnya kadar air. Oleh karena itu garam dapat
digunakan untuk mengendalikan pertumbuhan mikroba dengan suatu metode yang
bebas dari racun.
Warna pada
abon menghasilkan warna coklat yang disebakan adanya reaksi pencoklatan atau
reaksi mailard yang timbul akibat proses pemanasan atau penggorengan dan dari
komposisi kimia dari abon itu sendiri yang menyebabka terjadinya reaksi
pencoklatan pada abon. Hal ini sesuai dengan literatur Ketaren (2005) bahwa selama
proses penggorengan, sebagian minyak masuk ke dalam bahan pangan dan mengisi
ruang kosong yang pada mulanya diisi oleh air. Penyerapan minyak pada ikan pada
saat penggorengan adalah sekitar 10%-20%. Penyerapan minyak ini berfungsi untuk
mengempukkan kerak dan untuk membasahi bahan pangan yang digoreng sehingga
menambah rasa lezat dan gurih. Timbulnya warna pada permukaan bahan disebabkan
oleh reaksi browning atau reaksi maillard. Tingkat intensitas warna ini
tergantung dari lama dan suhu penggorengan dan juga komposisi kimia pada
permukaan luar bahan pangan sedangkan jenis minyak yang digunakan berpengaruh
sangat kecil. Pemanasan minyak selama proses penggorengan dapat menghasilkan
persenyawaan yang dapat menguap. Selain itu, sebagian besar minyak tumbuhan
memiliki kandungan pigmen karatenoid sehingga menghasilkan warna yang menarik
(kuning keemasan).
KESIMPULAN
Dari hasil praktikum yang telah
dilakukan dan telah diamati dapat ditarik kesimpulan, antara lain :
1.
Abon
merupakan salah satu
pengawetan produk olahan pangan menghasilkan produk kering, dimana penggorengan merupakan salah satu tahap yang umumnya
dilakukan dalam pengolahannya.
2.
Bahan
dasar dalam pembuatan abon ini adalah ikan tongkol. Daging ikan tongkol mempunyai serat-serat protein lebih pendek
daripada serat-serat protein daging sapi atau ayam.
3.
Prosedur
umum yang dilakukan dalam pembuatan abon
dimulai dari penyiangan dan pencucian bahan, pengukusan atau perebusan,
pencabikan atau penghancuran, penggorengan, penirisan minyak atau pres.
4.
Pada pembuatan abon ini mengalami reaksi pencoklatan (browning) yang
disebabkan oleh proses pemanasan dan komposisi kimia pada abon tersebut.
5.
Hasil praktikum menunjukkan kesukaan panelis terhadap abon ikan tersebut
dapat kita lihat dari hasil uji organoleptik dengan nilai rata-rata pada
tekstur 2,6, aroma 2,6, warna 2,8 dan rasa 2,8.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Bahasa Latin Dan Klasifikasi Bawang Putih. http://repositori.uin-alauddin.ac.id/6110/1/MEGA%20REZKY%20SUHAN.pdf.
Diakses pada tanggal 05 April 2019.
Assadad, Luthfi Dan Bagus Sediadi Bandol Utomo. 2011. Pemanfaatan
Garam Dalam Industri Pengolahan Produk Perikanan. Peneliti Pada Balai Besar
Riset Pengolahan Produk Dan Bioteknologi Kelautan Dan Perikanan. Jakarta.
Cahyono, M Dan S. Yuwono, 2014. Pengaruh Proporsi Santan Dan
Lama Pemaasan Terhadap Sifat Fisika Kimia Dan Organoleptik Bumbu Gado-Gado
Instan. Jurnal Pangan Dan
Agroindustri. Universitas Brawijaya. Malang.
Dami, K. D. 2014. Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Tongkol.
http://e-journal. uajy.ac.id/7671/3/BL201180.pdf. Diakses Pada Tanggal 05 April
2019.
Dewi, M. T. I. dan Hidajati, N. 2012. Peningkatan Mutu Minyak
Goreng Curah Menggunakan Adsorben Bentonit Teraktivasi. Unesa Journal Of
Chemistry.
Eko Nurcahya,
Dewi dkk. 2011. Daya Simpan Abon Ikan Nila
Merah (Oreochromis Niloticus Trewavas) Yang Diproses Dengan Metoda Penggorengan
Berbeda. Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Jurusan Perikanan,
Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro. Semarang.
Herliani, L. 2008. Teknologi
Pengawetan Pangan. Alfabeta. Bandung.
Kartasapoetra, S. 2006. Budidaya Tanaman Berkhasiat Obat.
Rineka Cipta. Jakarta.
Kusumaningati RW, 2009. Analisa Kandungan Fenol Total Jahe
(Zingiber officinale Rosc.) Secara Invitro. Fakultas Kedokteran UI. Jakarta
Ketaren. 2005. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan.
Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Mustar. 2013. Studi Pembuatan Abon Ikan Gabus (Ophiocephalus
Striatus) Sebagai Makanan Suplemen (Food Suplement). Skripsi Fakultas
Pertanian Universitas Hasanuddin. Makassar.
Rauf Suriani. 2007. Pengaruh Pemberian Abon Ikan Terhadap
Perubahan Status Gizi Anak Gizi Kurang Umur 24-59 bulan (Studi di Kabupaten
Pangkep Sulawesi Selatan). Universitas Diponegoro. Semarang.
Sanger, G. 2010. Mutu Kesegaran Ikan Tongkol (Auxis Tozord)
Selama Penyimpanan Dingin. Jurnal Iptek No 35/Th.2010. Jakarta.
Sikorski Ze, A. Kalakowski dan B Pan. 2010. The Nutritive
Composition Of The Major Groups Of Marine Food Organism. Di Dalam Z. E.
Sikorski (Ed.). Seafood. Resources, Nutritional Composition And
Preservation. Crc Press Inc. Florida.
Ulfa, Maria. 2012. Abon Ikan Bandeng
(Chanos Chanos). Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Banten.
Utami. R. P., 2010. Pengaruh Variasi Kadar Gula Dan Lama Pengukusan
Terhadap Kualitas Abon Katak Lembu (Rana Catesbeina Shaw). Skripsi.
Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Yogyakarta.
Winarno F., G. 2006. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar